Teringat sebuah cerita tentang kebersamaan yang tanpa terasa
sudah hampir satu tahun kita melaluinya. Cerita tentang sebuah persahabatan
yang berusaha saling mengerti dan memahami, dan tentunya juga menjadi sebuah
cerita manis perjuangan menebar manfaat kepada sesama. Tidak ada cerita yang
benar-benar sempurna memang, yang berarti tidak ada cerita yang selalu penuh
dengan kebahagiaan. Di dalam alur sebuah cerita yang baik, konflik itu pasti
ada. Seni yang paling terkesan dari sebuah cerita itu adalah bagaimana para
tokohnya menyelesaikan konflik yang dihadapi dan juga mengambil hikmah /
pelajaran dari konflik itu. Dan dari setiap tokoh cerita, selalu punya gaya
masing-masing untuk bisa memecahkan konflik dan masalah yang dihadapi, termasuk
dalam cerita yang sudah kita jalani ini.
Entah kapan tanggal pertama kali kita dipertemukan, mungkin tak
ada yang ingat, tapi cerita yang telah kita goreskan ini tentunya akan selalu
teringat. Pelajaran tentang sebuah kebersamaan itu mulai tergoreskan perlahan
sekitar tanggal 27, 28, 29, 30 April 2012. Turun lapangan, menjelajah
rerimbunan semak hutan, menelusur sebuah jalur galvanis. Mungkin jarak
tertempuh sejauh 348,051 m dan ketinggian 90,730 m itu dianggap sebagai jarak
normal. Namun bagi mereka yang tau bagaimana kondisi lapangan sebenarnya, pasti
akan menyerah sebelum mengukurnya. Belum lagi pada waktu itu adalah puncak
musim subur, dimana semak belukar hutan yang penuh duri menutup jalur yang
seharusnya kami ukur. Awal melihat, mungkin ini sebuah kemustahilan, namun
pekerjaan tak akan selesai tanpa dilakukan bukan? Dan akhirnya, semak belukar
itu berhasil kami habisi sampai jalur objek ukur kami terlihat jelas dan
“nyaman” untuk melakukan ukur.
Pengorbanan fisik sudah jelas ada. Tangan, lengan, kaki yang
berdarah mungkin sudah tak kami rasakan, pun di tambah terik matahari yang
menyengat membuat hitam kulit kami pun tak kami pedulikan. Manisnya semangat
menjadi bermanfaat bagi orang banyak telah mengalahkan semua rasa tak enak.
Dalam tim ini kami tidak butuh orang-orang yang banyak beretorika, dan tak ada
kerja. Apalagi orang-orang yang takut sengatan panas, takut kulit hitam, takut
ular, takut gelap, apalagi takut “blusukan” di semak belukar. Dan
Alhamdulillah, personil tim ini adalah personil tim yang hebat. Bahkan hebatnya,
4 orang anggota inti tim kami ini adalah wanita yang tangguh.
Dari sinilah, saya banyak belajar tentang semangat juang
orang-orang lapangan yang selama ini sangat jarang saya temukan di kampus.
Perjuangan tak sekedar cukup hanya diungkapkan dalam konsep dan draft usulan
kertas, saja. Semua akan lebih terasa ketika langsung turun melakukannya. Akhir
yang paling indah adalah melihat dan merasakan hasil perjuangan itu bisa
bermanfaat bagi banyak orang. Sebuah capaian tentang peran seorang mahasiswa yang
kewajibannya tak hanya berprestasi di bangku perkuliahan saja, tapi juga dapat
bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Perjalanan cerita ini juga penuh pengorbanan termasuk
pengorbanan bolos di beberapa mata kuliah oleh sebagian sahabat dalam cerita
ini. Alhamdulillah, untuk ujian, tak ada yang melewatkan. Entah kemudian di
akhir mendapatkan nilai apa untuk mata kuliah yang ditinggal itu, saya belum
menanyakan. Ketika ada satu yang menolak melakukan pekerjaan dengan alasan
“saya banyak tugas kuliah”, ya maka saya pun juga sama. Kami semua juga
mahasiswa yang masih kuliah, dan punya banyak tugas. Mari saling menghargai
bahwa kita semua punya tanggungan yang sama, yaitu kuliah, tugas, dan yang
penting lagi program pengabdian yang akan kita kerjakan bersama kelak ini.
Mungkin ini beberapa konflik yang sering terjadi di antara kita. Namun justru
dari konflik inilah persahabatan dan persaudaraan ini makin erat, saling
mengerti, saling menghargai.
Berbagai perjalanan menuju 9 Juli 2012 itu kadang terasa sangat
panjang, pun menurut sebagaian dari kami adalah sangat pendek. Teringat pula
beberapa dari sahabat ini yang mengumpulkan botol minuman 1,5 liter, membuat
papan tulis, belajar soal kompos meski bukan dari disiplin ilmunya, belajar
masak, belajar buat roti, dan lainnya. Survey bolak-balik dalam perjalanan
selama 2 jam mungkin menjadi agenda rutin hampir tiap pekan. Kelelahan mungkin
jadi teman setia di setiap akhir pekan, dan bahkan sempat terjadi musibah juga
ketika dalam perjalanan ini. Alhamdulillah, semuanya tetap dalam kondisi yang
baik.
Seiring perjalanan pun, beberapa kali keluarga ini mengalami
pergantian. Dari rumpun timur humaniora, ada beberapa sahabat yang singgah,
tapi akhirnya pun pergi. Malahan yang banyak bertambah dari rumpun sendiri. Dan
akhirnya, inilah keluarga kami yang baru dan bertahan 25 orang. Mayoritas dari
kami adalah satu rumpun, dan tambah dari rumpun keilmuan agro yang menambah
berwarnanya keluarga ini. Ya, mungkin bukan jadi komposisi yang ideal, tapi
justru banyak pelajaran yang kami dapatkan dari keluarga ini. Adanya kekurangan
itu pasti, karena memang tak ada yang sempurna, namun yang luar biasa adalah
bagaimana kami dapat memetik pembelajaran sebanyak-banyaknya dari
ketidakidealan ini.
9 Juli – 15 Agustus 2012, menjadi periode “pertaruhan” akan
sebuah semangat dan segala pengorbanan yang sudah dilakukan sebelumnya. Apakah
nanti akan berakhir antiklimaks, ataupun akan mencapai klimaksnya saat itu, tak
ada yang bisa menentukan kecuali diri kita sendiri. Segala persiapan yang sudah
disusun rapi, saat inilah eksekusi lapangannya. Masa periode ini bukanlah
periode yang mudah untuk menjajaki daerah baru, dengan tenaga yang terforsir
dalam panas terik matahari pesisir selatan jawa, dan juga dengan kondisi puasa,
karena waktu itu adalah bulan Ramadhan. Ditambah lagi bahwa program fisik
adalah pokok utama program yang akan kami jalankan.
Masa 35 hari ini bisa jadi menjadi masa yang lama, dan bisa jadi
menjadi masa yang pendek bagi yang menikmatinya. Hidup di daerah berbatu,
kering, dan jauh dari kota menjadi sebuah tantangan 5 pekan ke depan. Bahkan
untuk berbelanja, dan mengambil uang di ATM terdekat, kami harus menempuh
perjalanan 35 km, sekitar 1 jam. Membiasakan diri dalam kehidupan masyarakat di
sinilah yang menurut saya lebih susah daripada pelaksanaan programnya.
Ketika kita sudah terbiasa dalam kehidupan serba kecukupan, dari
air, hingga makanan-makanan ringan dan enak tiap harinya, saat ini mencoba
hidup sesuai kebiasaan masyarakat yang penuh keterbatasan ini. Kondisi daerah
yang kekeringan dan sangat sulit air membuat kami harus berhemat. 2,5 km harus
ditempuh kalo memang butuh air yang banyak misal untuk mencuci ataupun mandi
(bagi yang cowok aja). Kalo nggak mau, brarti harus merelakan uang Rp 100.000
untuk beli air. Dan disini teringat beberapa dari sahabat ini setiap harinya
bangun jam 03.30 untuk kemudian ke sumber air sejauh 2,5 km dengan jalan
berbatu dan turun vertikal 110 meter untuk mencuci, mandi dan aktivitas lainnya
yang butuh banyak air. Aktivitas ini dilakukan supaya air yang di rumah bisa
dihemat dan digunakan untuk keluarga rumah lebih banyak.
Masalah air inilah yang menjadi pokok mengapa kami harus datang
di sini. Sebuah ide keilmuan dari bangku kuliah untuk memecahkan masalah
pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat telah kami rancang jauh hari sebelum
turun ke lapangan. Dan 35 hari inilah yang akan menjadi waktu eksekusi atas
segala konsep perancangan yang sudah disusun sebelumnya, dari tim ini, dan juga
dari sahabat, kakak angkatan, sebuah komunitas, Kamase namanya.
Ikut terlibat dalam realisasi keilmuan ini jelas tak semudah
menggoreskan pena ke kertas, ataupun menggeser dan klik mouse di layar laptop.
Ketika melihat gambar-gambar panel surya, pompa, pipa, semuanya terasa mudah
dikerjakan. Tapi di lapangan ternyata banyak dibenturkan ke permasalahan yang
tak tercantum dalam desain. Kondisi tanah berbatu, membuat kami bersama
masyarakat memecahkan batu batuan yang hampir mirip karang ini hanya untuk
membuat lubang pondasi/platform berdirinya panel. Belum lagi kebutuhan semen,
pasir, kerikil, yang harus diangkut ke medan sumber yang jauh dari pemukiman
pun harus dijalankan untuk pembangunan. Ini semua tak tercantum dalam strategi
implementasi, tapi jelas ini harus dijalankan. Yang lebih menambah ujian kami
adalah semua ini kami kerjakan ketika kami berpuasa. Sebuah ujian jalan
perjuangan yang semoga mendapatkan balasan kebaikan dari Allah. Aamiin…
Pun sama dengan sebagian dari kami yang bertempat di tempat
terpisahkan bukit dan lembah luas di sana. Mungkin orang mengira ini adalah
kelompok tersendiri, namun mereka adalah bagian dari keluarga ini. Kreativitas,
dan pemikiran mereka di sinilah kemudian diuji setinggi-tingginya. Membuat
sebuah program “saingan” yang mumpuni untuk menjaga kestabilan sosial
masyarakat. Mereka ibarat sebuah “penyangga sosial” yang perannya sangat
krusial. Dari keilmuan, mungkin akan sangat sulit membuat karya yang banyak
mendorong kemajuan masyarakat. Tapi disinilah kemudian berpikir kreatif dan out
of the box mereka banyak berperan dalam pengabdian. Pribadi yang biasanya
terkesan kaku dari seorang anak eksak, sekarang menjadi multitasking, supel
bergaul dengan masyarakat, menguasai banyak bidang, terutama untuk memecahkan
masalah di masyarakat.
Bukit batuan terjal serasa menjadi kawan ketika sunyi, ketika
deadlock pikiran dan ketika lelah hanya menjadi kawan. Mungkin masih sangat
banyak cerita yang luput diceritakan dari tulisan yang singkat ini. Semuanya
tak akan pernah cukup dalam cerita semalaman. Setiap orang punya pandangan
sendiri menghadapi perjalanan dalam hidupnya. Dan setiap orang juga punya cara
sendiri untuk mengambil pembejaran dari perjalanan hidup yang telah dilaluinya.
Banyak pelajaran yang kami dapatkan dari perjalanan 5 pekan kebersamaan yang
lalu ini. Semoga menjadi manfaat dan berkah bagi perjalanan hidup di masa
depan.
Goresan cerita saat bersama dalam kesusahan menjadi kenangan
yang akan sangat indah saat diingat. Terlepas dari beberapa rasa kesal, marah,
saat itu, semua berubah menjadi goresan cerita cerita manis ketika diingat. Dan
kalo sahabat sekalian tau, masyarakat begitu terkesan dengan kebersamaan kita.
Meskipun waktu yang singkat dulu kita di sana, itu sangat membekas di
hati masyarakat. Beberapa kali ketika saya ke sana, masyarakat sering
menanyakan, “mas itu, mbak itu kok nggak ikut kemana mas ? sudah lama nggak
ketemu, apa sudah lulus ?”. Nah, sahabat sekalian, tanpa terasa disini keluarga
kita sudah bertambah. Mereka sudah menganggap kita sebagai saudara dan
keluarga. Jadi, ketika ada waktu luang nanti, semoga bisa diusahakan menengok
ke sana. Walaupun sudah lulus, saya kira masyarakat masih mengenal kita
semuanya.
Mungkin inilah sementara yang bisa saya tuliskan. Terlalu
panjang nanti kalo keterusan, meski sebenarnya masih banyak yang ingin saya
sampaikan ke sahabat sekalian. Terimakasih atas kebersamaan yang indah setahun
yang lalu. Terimakasih sudah memberikan sebuah cerita yang indah dan
pembelajaran tentang kebersamaan, keteguhan dalam kondisi kekurangan, totalitas
mengabdi dalam kondisi sulit, semangat pantang menyerah yang tak hancur meski
dibenturkan kerasnya batuan kapur.
Bangga bisa mengenal dan hidup bersama kalian, Mas Enggar dan
anggotanya di Sub 1, Andik, Alief, Yuli, Fitri, Anisatu, Fanny, yang berusaha
rela hidup layaknya orang kampung, memasak dengan kayu, minum air dari air
hujan, kemana-mana berjalan kaki, sore ngajar ngajim jalan sekitar 1 km naik
turun bukit. Ilham dan anggotanya di Sub 2, Gagad, Munir, Handoyo, Nina,
Aristhia, Riyanti, Una, yang selalu masak makanan sendiri tiap hari seadanya,
malam bergadang menemani pemuda kampung, bangun malam belanja, menyiapkan
masakan sahur, paginya mengerjakan program, sore mengajar ngaji. Cecep dan
anggotanya di Sub 3, Mas Zakariya, Aji, Sukma Geodesi, Sukma Monges, Yolanda,
Dewa, Irena, Dian, yang banyak memutar otak membuat terobosan program untuk
memecahkan problem masyarakat yang sebenarnya juga kesulitan air, membuat
berbagai pelatihan ketrampilan masyarakat, dan banyak dikenal masyarakat
padukuhan. Terimakasih banyaak.
Setahun sudah hampir berlalu, tapi saya merasa baru kemarin kita
beres beres peralatan untuk penarikan. Mungkin terlalu melankolis memang, tapi
entahlah ketika menjelang Ramadhan inilah teringat kebersamaan bareng sahabat
semuanya. Semoga masih bisa bertemu kembali, dan berkumpul bersama. Sukses
selalu untuk mengukir cerita baru yang lebih indah kawan. Jangan pernah
berhenti menebar manfaat dan kebaikan. Semoga cerita kebersamaan yang singkat 5
pekan itu selalu kalian ingat.